Minggu, 12 Maret 2017

MAKALAH METODE DAN TRADISI ORIENTALISME DALAM KAJIAN ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia setiap saat, membutuhkan pelajaran dari alam semesta sampai ia menemukan cara bertindak yang tepat untuk memertahankan kehidupannya. Untuk kebutuhan belajar ini diperlukan pengaruh dari oleh luar. Karenanya pendidikan adalah suatu esensial bagi manusia, melalui pendidikan, manusia bisa belajar mempelajari alam semesta demi mempertahankan khidupannya karena pentingnya pendidikan. Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting dan tinggi. Umat Islam dalam sejarahnya telah memperlihatkan tentang pentingnya pendidikan. Hal ini ditelusuri sejak saat masa rasul hingga masa sekarang ini.namun ada baiknya kita harus mengetahui sumbar atau bahan yang kita dapat benar-benar falid.dikarenakan ada banyak golngan yang ingin menjatuhkan islam dengan berbagai cara.kaum orientalis salah satunya yaitu suatu kelompok orang yang mengkaji berbagai bidang keislaman dengan disertai adanya tujuan untuk meruntuhkan islam dan kebudayaan-kebudayaan islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian metodologi ?
2.      Apa pengertian Orientalisme ?
3.      Bagaimana kegunaan metodologi ?
4.      Bagaimana perkembangan Metodologi Dan Pendekatan Dalam Kajian Islam ?
5.      Bagaimana Studi Islam dan Tradisi Orientalisme dalam Kajian Islam ?

C.    Tujuan
Agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami arti metodologi dalam tradisi orientalisme dalam kajian islam.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian metodologi
Secara etimologis, kata metodologi diderivasi dari kata yang method yang berarti ‘cara’, dan logy atau logos berarti ‘teori’ atau ‘ilmu’. Jadi, kata metodologi mempunyai arti ‘suatu ilmu atau teori yang membicarakan cara’.[1]
Anthony Flew yang dikutip oleh Wardi Bachtiar, mengatakan bahwa metodologi adalah suatu kajian tentang cara; yang dalam kajian itu dibicarakan prosedur-prosedur, tujuan dari ilmu itu sendiri, dan jalan yang harus dilakukan yang dengan jalan itu, ilmu itu dapat disusun. Jadi metodologi adalah suatu proses dalam mencapai tujuan.[2]
Metodologi sering dikaitkan dengan kata-kata research  atau penelitian pengumpulan data atau cara memperoleh informasi, analisi data, kajian atau pendekatan atau approach, dan sebagainya.  Research atau penelitian – re= mengulang, search = pencarian, pengajaran penelusuran, penyelidikan ‘atau’ seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis.[3]
Selain itu, metodologi adalah pengetahuan tentang metode-metode jadi, metodologi penelitian adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang dipergunakan dalam penelitian.[4]
Sementara itu, Sumadi Suryabrata mengatakan bahwa langkah dalam melakukan penelitian mencakup 11 langkah, yaitu: 1) identifikasi, yang meliputi: pemilihan, dan perumusan masalah, 2) penelaah kepustakaan, 3) penyusunan hipotesis, 4) identifikasi, klasifikasi, dan pemberian difinisi operasional variabel-variabel, 5) pemilihan atau pengembangan alat pengambilan data, 6) penyusunan rancangan penelitian, 7) penentuan sampel, 8) pengumpulan data, 9) pengolahan dan analisi data, 10) interprestasi hasil, 11) penyusunan laporan.[5]
B.     Kegunaan Metodologi
Pemahaman umat Islam terhadap ajarannya masih bersifat variatif. Ini terjadi sejak kedatangan Islam pada abad ke-13 sampai saat ini. Kondisi semacam ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi terjadi juga dinegara-negara Muslim lainnya. Keadaan amat bervariasi, pemahaman tersebut tidak keluar dari ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta sejalan dengan data-data historis yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.[6]
Para ahli dari kalangan umat Islam yang pengetahuan tentang agamanya cukup luas dan mendalam, namun ilmu tersebut tidak terorganisasi dengan baik. Disamping itu, banyak juga ahli dari kalangan umat Islam yang menguasai secara mendalam satu bidang keilmuan keislaman, namun kurang begitu memahami bidang ilmu lainnya.
Kita tidak bisa menyalahkan kondisi seperti ini karena pengajaran Islam selama ini belum tersusun secara sistematis dan belum tersampaikan menurut prinsip, pendekatan, dan metode yang direncanakan dengan baik. Namun, untuk kepentingan akademis dan untuk membuat Islam lebih responsif dalam merespons permasalahan umat manusia saat ini, perlu dan mendesak untuk memahami metode yang dapat menghasilkan pemahaman Islam yang sangat utuh dan komprehensif. Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu. Oleh karena itu, kemampuan dalam menguasai materi keilmuan harus dibarengi dengan kemampuan penguasaan metodologi sehingga pengetahuan yang dimiliki dapat dikembangkan.

C.    Perkembangan Metodologi Dan Pendekatan Dalam Kajian Islam
Terdapat perkembangan yang menarik dalam kajian keislaman di universitas-universitas di Amerika. Tidak diragukan lagi bahwa perubaha kecenderungan kajian keislaman telah mendorong berbagai upaya untuk merumuskan kembali metodologi yang lebih efektif dalam mengkaji dan menyajikan fenomena keagamaan Islam. Hal yang menarik adalah bahwa dalam proses pencarian ini, partisipasi ilmuwan Muslim, baik yang telah menjadi warga maupun yang khusus diundang dari negeri-negeri Muslim, diturutsertakan. Hampir setiap universitas yang mempunyai program studi keislaman biasanya mempunyai beberapa ahli Muslim, baik sebagai tenaga tetap atau sebagai dosen tamu ( visiting scholat). Hampir semua konferensi dan seminar yang relevan dengan Islam dan negeri-ngeri Mulim tidak akan lengkap tanpa kehadiran tokoh ilmuwan Muslim. Sebagai contoh tahun yang lalu, Dr. M. Atho’Mudzhar telah diundang oleh Stanford University untuk menghadiri simposium dan memberikan kuliah serta memberikan sudut pandang hukum Islam dalam forum” Law and Society”, dan UCLA juga telah mengundangnya untuk menyampaikan Agama (Dr. Tarmizi Tahir) ketika berkunjung ke UCLA tahun yang lalu telah diminta oleh ketua jurusan Islamic Studies untuk memberikan ceramah singkat tentang Islam dan peranan Departemen Agama di Indonesia di depan beberapa guru besar, meskipun acara itu tidak direncakan semula berhubung padatnya acar beliau hingga harus dilakukan sambil minum kopi setelah makan siang. Dr. Nurcholish Madjid juga harus mengorbankan kesibukkannya di tanah air untuk memberi kuliah di McGill University beberapa semester.[7]
           
D.    Pengertian Orientalisme
Kata orientalisme adalah kata yang dinisbatkan kepada sebuah studi atau penelitian yang dilakukan oleh selain orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah, dan permasalahn-permasalahan sosio-kultural bangsa timur. Ada juga yang mengatakan orientalisme adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran. Orientalisme adalah suatu faham atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa timur beserta lingkungannya.[8]
E.     Studi Islam dan Tradisi Orientalisme dalam Kajian Islam
Studi islam sebagai sebuah disiplin, sebagaimana banyak disiplin keilmuwan diuniversitas modern, juga muncul pada abad ke 19 disiplin ini disebut orientalisme.[9] Ilmu tata bahasa, kebudayaan sejarah yang tertulis pada abad ke 19 lebih diwarnai dengan pandangan dunia romantisisme dana pencarian terhadap apa yang berbaharga dimasa lalu yang eksotik (memiliki daya tarik khas karena belum banyak dikenal umum atau istemewa).
Sebagai sejarawan studi islam mencatat bahwa kaum orientalis barat dan para sarjana muslim ortodoks (berpegang teguh pada ajaran resmi atau kolot) cenderung memperlihatkan konservatisme (paham politik yang ingin mempertahankan tradisi dan stabilitas sosial, melestarikan pranata yang sudah ada, serta menentang perubahan yang radiakal) dalam pendekatan mereka terhadap historigrafi, orientalisme menerima secara luas pandangan trasional tentang kehidupan Nabi Muhammad, artikulasi Al-Qur’an pada periode makhahy dan madinah, dan pembentukan awal komunitas muslim.
Pada abad ke-20 banyak sarjana barat mengganti label departemen akademik dari orietal studis menjadi islamic studies, melalui bantuan pemerintah amerika serikat atas lembaga-lembaga tinggi terpilih, tujuan dari studi-studi kawasn ini ialah melatih orang-orang barat dalam bahasa dan kebudayaan masyarakat non barat dan utamnya mengkaji tentang timur tengah dan pusat-pusat studi kawasn. Orientalisme merupakan suatu kerangka berpikir, sebentuk wacan keilmuan tentang realitas timur islam dibawah kesadaran bara. Mereka abnyak membaca dan menafsirkan teks-teks Islam yang utama adalah teks-teks tentang keagamaan dan kebudayaan islam.
Tradisi orientalisme sebagaimana diatas disebutkan hanya pada 2 abad yaitu abad ke 19 dan abad ke 20.
Pada abad ke 19 kaum orientalis barat dan para sarjana muslim ortodoks (berpegang teguh pada ajaran resmi atau kolot) cenderung memperlihatkan konservatisme(paham politik yg ingin mempertahankan tradisi dan stabilitas sosial, melestarikan pranata yg sudah ada, serta menentang perubahan yg radikal) dalam pendekatan mereka terhadap historigrafi (penulisan sejarah).
Pada abad ke 20orang-orang barat menbentuk studi kawasan dengan tujuan untuk melatih orang-orang non muslim tentang bahasa dan kebudayaan masyarakat islam. Karya para orientalis tidak memberikan perhatian intelektual sama sekali dalam generalisasi berlebihan terhadap data-data tentang islam.ini semacam problematik karena kebanyakan monograf/karangan yang fokus pada satu kebudayaan.kemudain mereka beralih dengan menggunakan metode filologi (rasionalisme,hermeunetika)tentang penekanan pada teks suci alqur’an.
Karya-karya orientalis tentang islam adalah mendefinisikan Islam sebagai korpus kepercayaan dan norma abstrak yang menentukan berbagai ruang yang menengarai suatu kebudayaan salah satu karya seorang orientalis yaitu gustabe von grunebaum adalah medieval Islam: a study in cultural orientation (1946) digunakan untuk mulai terlibat dalam wacana akademik tentang peradapan dan kebudayaan Islam.[10]
Dari perspektif kebudayaan sesungguh nya agama Islam Universal Culture.  Dalam konteks ke Indonesiaan situasi keberagamaan di Indonesia cenderung menampilkan kondisi keberagamaan yang Legalistik-Formalistik, hingga agama terlihat di sempitkan pada sudut agama “harus” di manifestasikan setakat ritual-formal, hingga mengakibatkan munculnya keberagamaan yang hanya dalam bentuk Formalisme yang lebih mementingkan “bentuk” dari pada “isi”. Hingga mengakibatkan agama kurang dipahami sebagai “seperangkat paradigma moral dan etika yang bertujuan membebaskan manusia dari kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan.
Harun nasution memandang bahwa orang bertaqwa adalah orang yang melaksanaka perintah Tuhan dan menjauhi larangannya. Dengan demikian orang yang dekat dengan Tuhan adalah “suci”; dan orang-orang sucilah yang sesungguhnya memiliki moral yang tinggi.
Tradisi kajian Islam ala barat berakat pada sejarah yang sangat panjang, paling tidak sejauh hubungan kristen dengan Islam, hingga tidak bisa dielakan bahwa sebab utama dari pertumbuhan kajian kesilaman itu adalah alasan teolis yntuk menujukan dan mempertahankan keabsahan ajaran kristen. Berdasarkan perkembangan ala barat dapat diindentifikasi kedalam tiga tahap: (1) tahap teologis (2) tahap politis (3) tahap scientific.
·         Islam di Indonesia dan Tradisi Orientalisme
Pertama, bagaimana pemahaman Barat mengenai Islam- yang banyak di antaranya memiliki akar yang kuat dalam telogi Kristen- turut memberi andil bagi perkembangannya sebuah struktur paradigmatis yang mendesak Islam ke posisi pinggiran dalam kehidupan sosial dan budaya di Indonesia.
Kedua,  tantangan yang diajukan terhadap paradigma di atas oleh perkembangan belakangan dalan studi-studi Islam dan Indonesia, dan—yang mungki lebih penting lagi—oleh berbagai perkembangan sosial dan teologis di kalangan komunitas Muslim di Indonesia akhir-akhir ini.
            Pengabaiain atas studi-studi Islam secara sistematis oleh para Indonesianis berakat kuat dalaam orientalisme Inggris dan Belanda. Lebih khusus lagi, pandangan bahwa Islam hanya memainkan peran marginal dalam kehidupan agama dan budaya di Indonesia dapat dirunut lagi ke tahap-tahap awal orientalisme Inggris-Belanda.

·         Warisan  kontemporer Orientalisme Inggris-Belanda
Bertahannya representasi kaum orientalis mengani Islam di Indonesia dalam kesarjanaan kontemporer dapat dinisbatkan, untuk sebagian besar, kepada pengaruh sangat besar studi-studi Clifford Geertz dan Benedict Anderson tentang Indonesia . keduanya menyuarakan kembali tema-tema umum dalam orientalisme Belanda, tetapi menerapakan kategori-kategori analitis Weberian dan bukan orientalis. Secara bersama-sama, berbagai penafsiran Geertz dan Anderson tentang agama dan budaya Indonesia membentuk apa yang oleh Thomas Kuhn disebut paradigma. Paradigma adalah seperangkat dalam bidang studi tertentu, atau—seperti dikatakan Kuhn sendiri—rangkaian “teka-teki” yang mendefinisikan sains normal.[11]









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Pengertian mengatakan bahwa metodologi adalah suatu kajian tentang cara; yang dalam kajian itu dibicarakan prosedur-prosedur, tujuan dari ilmu itu sendiri, dan jalan yang harus dilakukan yang dengan jalan itu, ilmu itu dapat disusun. Jadi metodologi adalah suatu proses dalam mencapai tujuan.
Pemahaman umat Islam terhadap ajarannya masih bersifat variatif. Para ahli dari kalangan umat Islam yang pengetahuan tentang agamanya cukup luas dan mendalam, namun ilmu tersebut tidak terorganisasi dengan baik. Disamping itu, banyak juga ahli dari kalangan umat Islam yang menguasai secara mendalam satu bidang keilmuan keislaman, namun kurang begitu memahami bidang ilmu lainnya.
·         Kata orientalisme adalah kata yang dinisbatkan kepada sebuah studi atau penelitian yang dilakukan oleh selain orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah, dan permasalahn-permasalahan sosio-kultural bangsa timur. Ada juga yang mengatakan orientalisme adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran. Orientalisme adalah suatu faham atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa timur beserta lingkungannya.
·         Tradisi orientalisme sebagaimana diatas disebutkan hanya pada 2 abad yaitu abad ke 19 dan abad ke 20.
·         Pada abad ke 19 kaum orientalis barat dan para sarjana muslim ortodoks (berpegang teguh pada ajaran resmi atau kolot) cenderung memperlihatkan konservatisme(paham politik yg ingin mempertahankan tradisi dan stabilitas sosial, melestarikan pranata yg sudah ada, serta menentang perubahan yg radikal) dalam pendekatan mereka terhadap historigrafi (penulisan sejarah).
·         Pada abad ke 20orang-orang barat menbentuk studi kawasan dengan tujuan untuk melatih orang-orang non muslim tentang bahasa dan kebudayaan masyarakat islam. Karya para orientalis tidak memberikan perhatian intelektual sama sekali dalam generalisasi berlebihan terhadap data-data tentang islam.ini semacam problematik karena kebanyakan monograf/karangan yang fokus pada satu kebudayaan.kemudain mereka beralih dengan menggunakan metode filologi (rasionalisme,hermeunetika)tentang penekanan pada teks suci alqur’an.
·         Pengabaiain atas studi-studi Islam secara sistematis oleh para Indonesianis berakat kuat dalaam orientalisme Inggris dan Belanda. Lebih khusus lagi, pandangan bahwa Islam hanya memainkan peran marginal dalam kehidupan agama dan budaya di Indonesia dapat dirunut lagi ke tahap-tahap awal orientalisme Inggris-Belanda.


















DAFTAR PUSTAKA
Mark R. Woodward, Jalan-jalan baru Islam (memetakan paradigma mutakhir islam diindonesia), Bandung: Mizan, 1998.
Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag, Metodologi Studi Islam, CV PUSTAKA SETIA, 2008.
Prof. Dr. Rosihan Anwar, M.Ag, H. Badruzzaman, M. Yunus, M.A, Saehudin, S.Th.I, Pengantar Studi Islam, CV PUSTAKA SETIA, 2009.
Hasan Abdul & Ghiroh Abdurahman, orientalisme dan misionarisme; Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008.





[1] Abdul Rozak, Cara Memahami Islam: Metodologi Studi Islam, Gema Media Pustakatama, Bandung Bandung, 2001, hlm. 27.
[2] Anthony Flew, Dictionary of Philosophy, Pan Bodes, London, 1974, hlm. 214; Lihat Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, hlm. 1.
[3] Wardi Bachtiar, op.cit., hlm.18.
[4] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993, hlm. 328.
[5] Marzuki, Metodologi Riset, Fak. Ekonomi UII, Yogtakarta, 1983, hlm. 7.
[6] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam,  Rajawali Press, Jakarta, 2002, hlm.95.
[7] Nur A. Fadhil Lubis,”Beberapa Trend Baru dalam Kajian Keislaman di Amerika Serikat suatu Survey Kepustakaan” Makalah tahun 1994.
[8] Hasan Abdul & Ghiroh Abdurahman, Orientalisme dan Misionarisme; Remaja, Rosdakarya, Bandung, 2008. Hlm.3.
[9] Atang Abdul Hakim & Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. Hl:64.
[10] Zakiyudin, Studi Islam: pendekatan dan metode, hal 51, Bintang pustaka abadi: Yogyakarta 2011.
[11] Clifford Geertz, The Religion of Java (Chicago: University of Chicago Press, 1960), hlm.79.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar