BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia setiap saat, membutuhkan pelajaran dari alam
semesta sampai ia menemukan cara bertindak yang tepat untuk memertahankan
kehidupannya. Untuk kebutuhan belajar ini diperlukan pengaruh dari oleh luar.
Karenanya pendidikan adalah suatu esensial bagi manusia, melalui pendidikan,
manusia bisa belajar mempelajari alam semesta demi mempertahankan khidupannya
karena pentingnya pendidikan. Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting dan tinggi.
Umat Islam dalam sejarahnya telah memperlihatkan tentang pentingnya pendidikan.
Hal ini ditelusuri sejak saat masa rasul hingga masa sekarang ini.namun ada
baiknya kita harus mengetahui sumbar atau bahan yang kita dapat benar-benar
falid.dikarenakan ada banyak golngan yang ingin menjatuhkan islam dengan
berbagai cara.kaum orientalis salah satunya yaitu suatu kelompok orang yang
mengkaji berbagai bidang keislaman dengan disertai adanya tujuan untuk
meruntuhkan islam dan kebudayaan-kebudayaan islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian metodologi ?
2. Apa pengertian Orientalisme ?
3. Bagaimana kegunaan metodologi ?
4. Bagaimana perkembangan Metodologi Dan
Pendekatan Dalam Kajian Islam ?
5. Bagaimana Studi Islam dan Tradisi Orientalisme
dalam Kajian Islam ?
C. Tujuan
Agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami arti metodologi dalam tradisi
orientalisme dalam kajian islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian metodologi
Secara etimologis, kata metodologi diderivasi dari kata yang method yang
berarti ‘cara’, dan logy atau logos berarti ‘teori’ atau ‘ilmu’.
Jadi, kata metodologi mempunyai arti ‘suatu ilmu atau teori yang membicarakan
cara’.[1]
Anthony Flew yang dikutip oleh Wardi Bachtiar, mengatakan bahwa metodologi
adalah suatu kajian tentang cara; yang dalam kajian itu dibicarakan prosedur-prosedur,
tujuan dari ilmu itu sendiri, dan jalan yang harus dilakukan yang dengan jalan
itu, ilmu itu dapat disusun. Jadi metodologi adalah suatu proses dalam mencapai
tujuan.[2]
Metodologi sering dikaitkan dengan kata-kata research atau penelitian pengumpulan data atau cara
memperoleh informasi, analisi data, kajian atau pendekatan atau approach,
dan sebagainya. Research atau
penelitian – re= mengulang, search = pencarian, pengajaran penelusuran,
penyelidikan ‘atau’ seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis
dan logis.[3]
Selain itu, metodologi adalah pengetahuan tentang metode-metode jadi,
metodologi penelitian adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang
dipergunakan dalam penelitian.[4]
Sementara itu, Sumadi Suryabrata mengatakan bahwa langkah dalam melakukan
penelitian mencakup 11 langkah, yaitu: 1) identifikasi, yang meliputi:
pemilihan, dan perumusan masalah, 2) penelaah kepustakaan, 3) penyusunan
hipotesis, 4) identifikasi, klasifikasi, dan pemberian difinisi operasional
variabel-variabel, 5) pemilihan atau pengembangan alat pengambilan data, 6)
penyusunan rancangan penelitian, 7) penentuan sampel, 8) pengumpulan data, 9)
pengolahan dan analisi data, 10) interprestasi hasil, 11) penyusunan laporan.[5]
B. Kegunaan Metodologi
Pemahaman umat
Islam terhadap ajarannya masih bersifat variatif. Ini terjadi sejak kedatangan
Islam pada abad ke-13 sampai saat ini. Kondisi semacam ini bukan hanya terjadi
di Indonesia, tetapi terjadi juga dinegara-negara Muslim lainnya. Keadaan amat
bervariasi, pemahaman tersebut tidak keluar dari ajaran yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah serta sejalan dengan data-data historis yang dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya.[6]
Para ahli dari
kalangan umat Islam yang pengetahuan tentang agamanya cukup luas dan mendalam,
namun ilmu tersebut tidak terorganisasi dengan baik. Disamping itu, banyak juga
ahli dari kalangan umat Islam yang menguasai secara mendalam satu bidang
keilmuan keislaman, namun kurang begitu memahami bidang ilmu lainnya.
Kita tidak bisa
menyalahkan kondisi seperti ini karena pengajaran Islam selama ini belum
tersusun secara sistematis dan belum tersampaikan menurut prinsip, pendekatan,
dan metode yang direncanakan dengan baik. Namun, untuk kepentingan akademis dan
untuk membuat Islam lebih responsif dalam merespons permasalahan umat manusia
saat ini, perlu dan mendesak untuk memahami metode yang dapat menghasilkan
pemahaman Islam yang sangat utuh dan komprehensif. Mukti Ali pernah mengatakan
bahwa metodologi merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah
pertumbuhan ilmu. Oleh karena itu, kemampuan dalam menguasai materi keilmuan
harus dibarengi dengan kemampuan penguasaan metodologi sehingga pengetahuan
yang dimiliki dapat dikembangkan.
C. Perkembangan
Metodologi Dan Pendekatan Dalam Kajian Islam
Terdapat perkembangan
yang menarik dalam kajian keislaman di universitas-universitas di Amerika.
Tidak diragukan lagi bahwa perubaha kecenderungan kajian keislaman telah
mendorong berbagai upaya untuk merumuskan kembali metodologi yang lebih efektif
dalam mengkaji dan menyajikan fenomena keagamaan Islam. Hal yang menarik adalah
bahwa dalam proses pencarian ini, partisipasi ilmuwan Muslim, baik yang telah
menjadi warga maupun yang khusus diundang dari negeri-negeri Muslim, diturutsertakan.
Hampir setiap universitas yang mempunyai program studi keislaman biasanya
mempunyai beberapa ahli Muslim, baik sebagai tenaga tetap atau sebagai dosen
tamu ( visiting scholat). Hampir semua konferensi dan seminar yang
relevan dengan Islam dan negeri-ngeri Mulim tidak akan lengkap tanpa kehadiran
tokoh ilmuwan Muslim. Sebagai contoh tahun yang lalu, Dr. M. Atho’Mudzhar telah
diundang oleh Stanford University untuk menghadiri simposium dan memberikan
kuliah serta memberikan sudut pandang hukum Islam dalam forum” Law and
Society”, dan UCLA juga telah mengundangnya untuk menyampaikan Agama (Dr.
Tarmizi Tahir) ketika berkunjung ke UCLA tahun yang lalu telah diminta oleh
ketua jurusan Islamic Studies untuk memberikan ceramah singkat tentang
Islam dan peranan Departemen Agama di Indonesia di depan beberapa guru besar,
meskipun acara itu tidak direncakan semula berhubung padatnya acar beliau
hingga harus dilakukan sambil minum kopi setelah makan siang. Dr. Nurcholish
Madjid juga harus mengorbankan kesibukkannya di tanah air untuk memberi kuliah
di McGill University beberapa semester.[7]
D.
Pengertian Orientalisme
Kata orientalisme adalah kata yang dinisbatkan kepada sebuah studi atau
penelitian yang dilakukan oleh selain orang timur terhadap berbagai disiplin
ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah, dan permasalahn-permasalahan
sosio-kultural bangsa timur. Ada juga yang mengatakan orientalisme adalah suatu
disiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran. Orientalisme adalah suatu faham
atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa
timur beserta lingkungannya.[8]
E. Studi Islam dan
Tradisi Orientalisme dalam Kajian Islam
Studi islam
sebagai sebuah disiplin, sebagaimana banyak disiplin keilmuwan diuniversitas
modern, juga muncul pada abad ke 19 disiplin ini disebut orientalisme.[9]
Ilmu tata bahasa, kebudayaan sejarah yang tertulis pada abad ke 19 lebih
diwarnai dengan pandangan dunia romantisisme dana pencarian terhadap apa yang
berbaharga dimasa lalu yang eksotik (memiliki daya tarik khas karena belum
banyak dikenal umum atau istemewa).
Sebagai
sejarawan studi islam mencatat bahwa kaum orientalis barat dan para sarjana
muslim ortodoks (berpegang teguh pada ajaran resmi atau kolot) cenderung memperlihatkan
konservatisme (paham politik yang ingin mempertahankan tradisi dan stabilitas
sosial, melestarikan pranata yang sudah ada, serta menentang perubahan yang
radiakal) dalam pendekatan mereka terhadap historigrafi, orientalisme menerima
secara luas pandangan trasional tentang kehidupan Nabi Muhammad, artikulasi
Al-Qur’an pada periode makhahy dan madinah, dan pembentukan awal komunitas
muslim.
Pada abad ke-20
banyak sarjana barat mengganti label departemen akademik dari orietal studis
menjadi islamic studies, melalui bantuan pemerintah amerika serikat atas
lembaga-lembaga tinggi terpilih, tujuan dari studi-studi kawasn ini ialah
melatih orang-orang barat dalam bahasa dan kebudayaan masyarakat non barat dan
utamnya mengkaji tentang timur tengah dan pusat-pusat studi kawasn.
Orientalisme merupakan suatu kerangka berpikir, sebentuk wacan keilmuan tentang
realitas timur islam dibawah kesadaran bara. Mereka abnyak membaca dan
menafsirkan teks-teks Islam yang utama adalah teks-teks tentang keagamaan dan
kebudayaan islam.
Tradisi orientalisme
sebagaimana diatas disebutkan hanya pada 2 abad yaitu abad ke 19 dan abad ke
20.
Pada abad ke 19 kaum orientalis
barat dan para sarjana muslim ortodoks (berpegang
teguh pada ajaran resmi atau kolot) cenderung memperlihatkan
konservatisme(paham politik yg ingin mempertahankan tradisi dan stabilitas
sosial, melestarikan pranata yg sudah ada, serta menentang perubahan yg
radikal) dalam pendekatan mereka terhadap historigrafi (penulisan sejarah).
Pada abad ke 20orang-orang
barat menbentuk studi kawasan dengan tujuan untuk melatih orang-orang non
muslim tentang bahasa dan kebudayaan masyarakat islam. Karya para orientalis
tidak memberikan perhatian intelektual sama sekali dalam generalisasi
berlebihan terhadap data-data tentang islam.ini semacam problematik karena
kebanyakan monograf/karangan yang fokus pada satu kebudayaan.kemudain mereka
beralih dengan menggunakan metode filologi (rasionalisme,hermeunetika)tentang
penekanan pada teks suci alqur’an.
Karya-karya
orientalis tentang islam adalah mendefinisikan Islam sebagai korpus kepercayaan
dan norma abstrak yang menentukan berbagai ruang yang menengarai suatu
kebudayaan salah satu karya seorang orientalis yaitu gustabe von grunebaum
adalah medieval Islam: a study in cultural orientation (1946) digunakan untuk
mulai terlibat dalam wacana akademik tentang peradapan dan kebudayaan Islam.[10]
Dari perspektif
kebudayaan sesungguh nya agama Islam Universal Culture. Dalam konteks ke Indonesiaan situasi
keberagamaan di Indonesia cenderung menampilkan kondisi keberagamaan yang Legalistik-Formalistik,
hingga agama terlihat di sempitkan pada sudut agama “harus” di manifestasikan
setakat ritual-formal, hingga mengakibatkan munculnya keberagamaan yang hanya
dalam bentuk Formalisme yang lebih mementingkan “bentuk” dari pada
“isi”. Hingga mengakibatkan agama kurang dipahami sebagai “seperangkat
paradigma moral dan etika yang bertujuan membebaskan manusia dari kebodohan,
keterbelakangan, dan kemiskinan.
Harun nasution
memandang bahwa orang bertaqwa adalah orang yang melaksanaka perintah Tuhan dan
menjauhi larangannya. Dengan demikian orang yang dekat dengan Tuhan adalah
“suci”; dan orang-orang sucilah yang sesungguhnya memiliki moral yang tinggi.
Tradisi kajian
Islam ala barat berakat pada sejarah yang sangat panjang, paling tidak sejauh
hubungan kristen dengan Islam, hingga tidak bisa dielakan bahwa sebab utama
dari pertumbuhan kajian kesilaman itu adalah alasan teolis yntuk menujukan dan
mempertahankan keabsahan ajaran kristen. Berdasarkan perkembangan ala barat
dapat diindentifikasi kedalam tiga tahap: (1) tahap teologis (2) tahap politis
(3) tahap scientific.
·
Islam di Indonesia dan Tradisi Orientalisme
Pertama, bagaimana pemahaman Barat mengenai Islam- yang banyak di
antaranya memiliki akar yang kuat dalam telogi Kristen- turut memberi andil
bagi perkembangannya sebuah struktur paradigmatis yang mendesak Islam ke posisi
pinggiran dalam kehidupan sosial dan budaya di Indonesia.
Kedua, tantangan yang
diajukan terhadap paradigma di atas oleh perkembangan belakangan dalan
studi-studi Islam dan Indonesia, dan—yang mungki lebih penting lagi—oleh
berbagai perkembangan sosial dan teologis di kalangan komunitas Muslim di
Indonesia akhir-akhir ini.
Pengabaiain
atas studi-studi Islam secara sistematis oleh para Indonesianis berakat kuat
dalaam orientalisme Inggris dan Belanda. Lebih khusus lagi, pandangan bahwa
Islam hanya memainkan peran marginal dalam kehidupan agama dan budaya di
Indonesia dapat dirunut lagi ke tahap-tahap awal orientalisme Inggris-Belanda.
·
Warisan
kontemporer Orientalisme Inggris-Belanda
Bertahannya representasi kaum orientalis mengani Islam di
Indonesia dalam kesarjanaan kontemporer dapat dinisbatkan, untuk sebagian
besar, kepada pengaruh sangat besar studi-studi Clifford Geertz dan Benedict
Anderson tentang Indonesia . keduanya menyuarakan kembali tema-tema umum dalam
orientalisme Belanda, tetapi menerapakan kategori-kategori analitis Weberian
dan bukan orientalis. Secara bersama-sama, berbagai penafsiran Geertz dan
Anderson tentang agama dan budaya Indonesia membentuk apa yang oleh Thomas Kuhn
disebut paradigma. Paradigma adalah seperangkat dalam bidang studi tertentu,
atau—seperti dikatakan Kuhn sendiri—rangkaian “teka-teki” yang mendefinisikan sains
normal.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Pengertian mengatakan bahwa metodologi adalah suatu
kajian tentang cara; yang dalam kajian itu dibicarakan prosedur-prosedur,
tujuan dari ilmu itu sendiri, dan jalan yang harus dilakukan yang dengan jalan
itu, ilmu itu dapat disusun. Jadi metodologi adalah suatu proses dalam mencapai
tujuan.
Pemahaman umat Islam terhadap ajarannya masih
bersifat variatif. Para ahli dari kalangan umat Islam yang pengetahuan tentang
agamanya cukup luas dan mendalam, namun ilmu tersebut tidak terorganisasi
dengan baik. Disamping itu, banyak juga ahli dari kalangan umat Islam yang
menguasai secara mendalam satu bidang keilmuan keislaman, namun kurang begitu
memahami bidang ilmu lainnya.
·
Kata orientalisme adalah kata yang dinisbatkan kepada
sebuah studi atau penelitian yang dilakukan oleh selain orang timur terhadap
berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah, dan
permasalahn-permasalahan sosio-kultural bangsa timur. Ada juga yang mengatakan
orientalisme adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran.
Orientalisme adalah suatu faham atau aliran yang berkeinginan menyelidiki
hal-hal yang berkaitan dengan bangsa timur beserta lingkungannya.
·
Tradisi orientalisme
sebagaimana diatas disebutkan hanya pada 2 abad yaitu abad ke 19 dan abad ke
20.
·
Pada abad ke 19 kaum orientalis
barat dan para sarjana muslim ortodoks (berpegang
teguh pada ajaran resmi atau kolot) cenderung memperlihatkan
konservatisme(paham politik yg ingin mempertahankan tradisi dan stabilitas
sosial, melestarikan pranata yg sudah ada, serta menentang perubahan yg
radikal) dalam pendekatan mereka terhadap historigrafi (penulisan sejarah).
·
Pada abad ke 20orang-orang
barat menbentuk studi kawasan dengan tujuan untuk melatih orang-orang non
muslim tentang bahasa dan kebudayaan masyarakat islam. Karya para orientalis
tidak memberikan perhatian intelektual sama sekali dalam generalisasi
berlebihan terhadap data-data tentang islam.ini semacam problematik karena
kebanyakan monograf/karangan yang fokus pada satu kebudayaan.kemudain mereka
beralih dengan menggunakan metode filologi (rasionalisme,hermeunetika)tentang
penekanan pada teks suci alqur’an.
·
Pengabaiain atas studi-studi Islam secara sistematis oleh
para Indonesianis berakat kuat dalaam orientalisme Inggris dan Belanda. Lebih
khusus lagi, pandangan bahwa Islam hanya memainkan peran marginal dalam
kehidupan agama dan budaya di Indonesia dapat dirunut lagi ke tahap-tahap awal
orientalisme Inggris-Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
Mark R. Woodward, Jalan-jalan baru Islam (memetakan
paradigma mutakhir islam diindonesia), Bandung: Mizan, 1998.
Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag, Metodologi Studi
Islam, CV PUSTAKA SETIA, 2008.
Prof. Dr. Rosihan Anwar, M.Ag, H. Badruzzaman, M. Yunus,
M.A, Saehudin, S.Th.I, Pengantar Studi Islam, CV PUSTAKA SETIA, 2009.
Hasan Abdul & Ghiroh Abdurahman, orientalisme dan
misionarisme; Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008.
[1] Abdul Rozak, Cara Memahami Islam: Metodologi Studi Islam, Gema Media
Pustakatama, Bandung Bandung, 2001, hlm. 27.
[2] Anthony Flew, Dictionary of Philosophy, Pan Bodes, London, 1974,
hlm. 214; Lihat Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Wacana
Ilmu, Jakarta, 1997, hlm. 1.
[4] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1993, hlm. 328.
[7] Nur A. Fadhil Lubis,”Beberapa Trend Baru dalam Kajian Keislaman di Amerika
Serikat suatu Survey Kepustakaan” Makalah tahun 1994.
[8] Hasan Abdul & Ghiroh Abdurahman, Orientalisme dan Misionarisme; Remaja,
Rosdakarya, Bandung, 2008. Hlm.3.
[9] Atang Abdul Hakim & Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2004. Hl:64.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar